Prolog Hati

Berumbai, berpautan, berpilin-pilin: ikal rambut dan panjang usia; sehasta hingga beberapa lagi. Adalah nilam sebuah hikam, adalah dalam perbendaharaan. Adakah idam berpencar, oh entah--oh entah bila merapat pada hijab; jiwaku halim bagai serabut merentang panjang lengan. Bulan bagai bara siap padam, penuhi guman setangkup hangat kuku; selaksa mimpi pengangsir dongeng malam--menimang bayang sebulir biji sawi. Menyisir angin di hadapan nyala lilin, semakin dengung kepak seekor ngengat; mabuk mengecap kekhusyuan hingga sayapnya rapuh terbakar. "Duh, syamsi yang terpagut lautku dalam sewindu; kidung bagi tiramku; seribu kuntum bagi salatin di tamanku, setangkai imbalan sehaus tujuh surga." Serangkai jalan membenam jejak menuju lumbung seberang pematang; santun pahatan dinding cadas, cucur keringat mendulang manikam: duh, tanah yg tak segembur yang terkira; seluas sahara sejumput sabana.

13 Januari 2011

Senja itu masuk rumahmu


Dear Eve,


Senja lalu aku ke sana. Tapi rumahmu kosong tak ramai seperti dulu. Pikirku, kau telah pergi dari sana atau sesuatu yang menyebabkanmu pergi begitu saja.

Ada jejak-jejak masih dedar berwarna merah, biru, jingga dan unggu--seperti lembayung terentang di gerbang malam--juga jejak hitam dan aroma tubuh yang masih bergentayangan setinggi badan yang seakan mengajakmu cepat pergi dari sana.

Lama aku terdiam, tegak di tengah ruang tanpa temu isyarat yang lain. Kuhempas nafas sampai langkah keluar. Kutulis tiba-tiba beberapa bait kata di dinding muka rumahmu--agar kau tahu hadirku. Kutulis dengan kapur merah sisa yang pernah kau gunakan bila sedang gumam atau berduka.

: aku datang mengaduh
pikirku satu dari mereka padamkan cahayamu
merampas riangmu dari persemayamannya

di hatiku kini bersenjata
katakan dimana persembunyian srigala
biar kau damai dari koyak taringtaring cinta
akulah raja para singa !

bicaralah walau sebait
keindahan tetap ada di bajumu
penuhilah kantungkantung seperti dulu
singkap jubah rundungmu, jadi mawar musim ini

tataplah rembulan langsat
wajahmu tak semerah jambu
diantara samudra dan langit,
tingkaplah cinta berpijak pada angin

aku bukanlah romeo
kutahu beda pengembala dan ksatria
kumengenal cinta dari liur setiap perkataan

bangkitlah duhai pijar
seperti kulihat dulu kau sulut bukitbukit
gairahmu menoreh tiap daun jadi perak

maaf hadirku berserak amarah
telah lama tanyaku membencah kepala
smoga pikirku salah
; kau melabuh seribu katakata bisu


emotionally yours

Tidak ada komentar:

Posting Komentar