"tuan, apa yang harus kulakukan terhadap dua apel yang ranum ini?
tuan, semalam aku temukan sekuntum bunga yang terang seperti bulan diantara ratusan yang lain. apakah boleh kucabut ia sampai ke akarnya?
tuaaan ! panahku lesat ke awan dan tak lagi kembali ! apakah langit kan meringis lalu turun hujan?
tuan, aku ingat padang yang gersang dan kaki kita setegar tamarin yang haus mata air. adakah kini lautan yang kan tersebrangi?
o,tuan..
bidak caturmu ini. bidak caturmu ini apakah benarbenar telah terbanting dan ditelan kehidupan hingga hilang keseimbangan? lantaran hari hari lenggan berkepanjangan.
tuan, lihat ! aku selalu tersenyum meski hatiku terendam airmata. bukankah sahara tampak fatamorgana?
tuan, aku malu pada mimpiku semalam: aku bak ksatria yang melawan naganini tanpa senjata di hadapan para kumbang demi ingin menyunting kembang.
tuan, kumohon jangan diam saja. kulihat kau serupa patung yang mencium kembang dengan mata yang kosong. adakah kau tersesat oleh harumnya surga?
tuan, siapakah aku bagimu sekarang? kau lupakan aku semenjak kurasa rusuk ini telah mengait bulan.
tuan... mengertilah bahwa ucapanku bukan persangkaan seperti kegilaan yang mereka tujukan padamu. sungguh betapa indah kulihat sayap-sayap menumbuh dari tulang sulbimu.
tuan, pandanganmu pada dinding dan langit-langit, pandanganmu pada patung. pandanganmu pada taman, pandanganmu pada bunga. adakah kau temui jawab di sana?
tuan, aku melihat seekor gagak menatap tajam matahari; aku mencium lily, harumnya mawar; sahara bercerita tentang sabana.
tuan, kulihat matamu merah, jantang bak jelaga, palung pancabuta. kau bagai pualam yang mengapung. apa yang kupendam dalam perasaan memagut bulan?
tuan ! kulihat luka membiru, atau bibirmu sedang beku? aku mendengar sesekali kau retaskan suara, seperti raungan macan yang tertikam dan kata mati di ujung pedang. adakah setetes racun yang telah kau reguk?"
Prolog Hati
Berumbai, berpautan, berpilin-pilin: ikal rambut dan panjang usia; sehasta hingga beberapa lagi. Adalah nilam sebuah hikam, adalah dalam perbendaharaan. Adakah idam berpencar, oh entah--oh entah bila merapat pada hijab; jiwaku halim bagai serabut merentang panjang lengan.
Bulan bagai bara siap padam, penuhi guman setangkup hangat kuku; selaksa mimpi pengangsir dongeng malam--menimang bayang sebulir biji sawi.
Menyisir angin di hadapan nyala lilin, semakin dengung kepak seekor ngengat; mabuk mengecap kekhusyuan hingga sayapnya rapuh terbakar.
"Duh, syamsi yang terpagut lautku dalam sewindu; kidung bagi tiramku; seribu kuntum bagi salatin di tamanku, setangkai imbalan sehaus tujuh surga."
Serangkai jalan membenam jejak menuju lumbung seberang pematang; santun pahatan dinding cadas, cucur keringat mendulang manikam: duh, tanah yg tak segembur yang terkira; seluas sahara sejumput sabana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar