
Ibuku; laksana tumbuhan, aku adalah benih harapan esok hari yang tumbuh subur diatas pekarangan gembur miliknya. Ketika kulupa daratan ia hanya berpesan: Nak, janganlah sampai kau tenggelam atau masuk lubang. Begitu pula nenekku menambahkan: Bila tak kau temui seperti mereka, spt jeruju, kiara atau angsana, pahamilah perbedaan sbg kesatuan nalarmu. Ucapnya serisih sirih dalam lumatannya, sambil menunjuk beberapa pohon ke halaman muka milik tetangga sebelah.
(Tetapi, nek, sekapur sirihmu amat berlebihan untukku. Lagipula aku bukanlah seorang perempuan atau yang gemar merangkai bunga. Berilah aku selain dari itu; jadikan langit dan cakrawala sbg sampul penjilid nalarku. Pintaku sesepoi hati menjunjung langit jelang petang.)
waktu berlalu sampai tamanku kian riuh dan langit berpadu menebar seru. Saat itu aku melanjak berfikir semoga wajar bila lebih mengenal ttg sebuah rahasia dari setiap musimnya; mawar di musim panas, anggrek d padang semi dan dahlia di musim dingin dengan krisnanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar