Prolog Hati

Berumbai, berpautan, berpilin-pilin: ikal rambut dan panjang usia; sehasta hingga beberapa lagi. Adalah nilam sebuah hikam, adalah dalam perbendaharaan. Adakah idam berpencar, oh entah--oh entah bila merapat pada hijab; jiwaku halim bagai serabut merentang panjang lengan. Bulan bagai bara siap padam, penuhi guman setangkup hangat kuku; selaksa mimpi pengangsir dongeng malam--menimang bayang sebulir biji sawi. Menyisir angin di hadapan nyala lilin, semakin dengung kepak seekor ngengat; mabuk mengecap kekhusyuan hingga sayapnya rapuh terbakar. "Duh, syamsi yang terpagut lautku dalam sewindu; kidung bagi tiramku; seribu kuntum bagi salatin di tamanku, setangkai imbalan sehaus tujuh surga." Serangkai jalan membenam jejak menuju lumbung seberang pematang; santun pahatan dinding cadas, cucur keringat mendulang manikam: duh, tanah yg tak segembur yang terkira; seluas sahara sejumput sabana.

05 Mei 2010

Ego

Di antara mereka berkata, "aku tak perlu tabib merawatku, meski ada simpati dari sesiapa. Penyembuh untuk 'kesakitan'ku adalah kesakitan itu sendiri."

Duhai jiwa, adakah kau merasa tiap helai rambut terluka karna air, udara dan cahaya sampai kuku-kukumu menggigil karena merasakan bahaya? jugakah kau merasakan pujian tatkala mereka terpedaya? bahwa mahkota itu menjadikanmu rupawan dan lentik kuku-kuku begitu serasi bagai cincin dan jemari.

Lupakan rambut dan kuku-kuku itu. Lihatlah betapa burung-burung membuat sarang tak selebar rentang sayapnya, tak juga seindah bulu-bulunya. Pada ranting mereka letakan kepasrahan di ketinggian tempat angin mendedah pucuk-pucuk lemah. Adakah sarang-sarang mereka waspadai marabahaya?

*masih pentil*



(12 Oktober 2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar