Prolog Hati

Berumbai, berpautan, berpilin-pilin: ikal rambut dan panjang usia; sehasta hingga beberapa lagi. Adalah nilam sebuah hikam, adalah dalam perbendaharaan. Adakah idam berpencar, oh entah--oh entah bila merapat pada hijab; jiwaku halim bagai serabut merentang panjang lengan. Bulan bagai bara siap padam, penuhi guman setangkup hangat kuku; selaksa mimpi pengangsir dongeng malam--menimang bayang sebulir biji sawi. Menyisir angin di hadapan nyala lilin, semakin dengung kepak seekor ngengat; mabuk mengecap kekhusyuan hingga sayapnya rapuh terbakar. "Duh, syamsi yang terpagut lautku dalam sewindu; kidung bagi tiramku; seribu kuntum bagi salatin di tamanku, setangkai imbalan sehaus tujuh surga." Serangkai jalan membenam jejak menuju lumbung seberang pematang; santun pahatan dinding cadas, cucur keringat mendulang manikam: duh, tanah yg tak segembur yang terkira; seluas sahara sejumput sabana.

05 Mei 2010

aku, kau dan dia (me, my self and i) dalam Ilmu dan cinta (1)

"Tidakkah kau mendengar apa yang kulihat, duhai telinga?"

"aku hanya mendengar suara dari mulut yang bicara."

"aku tak bicara sepatah kata pun! wahai para indera."

"aku mengira bahwa kau yang bicara, duhai hati."

"aku sedang menyesapi kesendiriaku. Mungkin jalan pikiranmu saja yang sedang kelana menuju fana."

"Lalu siapakah yang tak tampak bersayup mengairahkan buluh perindu?"

"Mungkinlah kau sedang bermain kunang-kunang yang suaranya jauh dari jangkauanku."

"aku sedang tidak bermain. Tidakkah kau tahu bahwa bulan teramat terang malam ini."

"aku hanya mendengar desah angin dan nafas yang sesekali letup oleh bibir. Tidakkah kau tahu bahwa malam ini pun begitu hening? Kecuali ia sedang membuat gaduh dalam pikiran."

"Hei, aku sedang tidak berhayal, meski saat ini kutahu ia sedang haru terbawa suasana."

"Sesuatu sedang membiusku. ia bagai selembar balutan atas keharuanku. ia tak tampak juga tak bersuara. ia teramat lembut dan kadang membuatku tak berdaya."

"Siapa ia?? Bagaimana rupanya??"

"aku tak tahu. Tapi ia akrab dengan segala cengkrama. ia begitu mengenal segala sebelum aku dan kalian ada. ia bagai benih yang diizinkan beterbang dan merebah di tanah yang lapang. ia memenuhi semesta dan kepastiannya pun tak dapat dijangkau hanya dengan menerka. ia juga keberadaan yang kerap terabaikan. ia bukanlah tempat kesalahan, meski sebagian mereka mengatakan ia begitu mengerikan bagai pedang bila digenggam tanpa kesadaran."

"adakah ia tahu perihal tentang cinta yang mampu membuat buta mata?"

"Adakala kalian bangun istana penuh prasangka hingga tersebut aku sebagai raja seratus istana. Sungguh betapa ada yang teramat tinggi dimana aku tak mampu menggapai. Ada juga yang terdalam dimana aku tak mampu menyelam. kalian bagai tamu dalam gubukku yang mudah terserang keluh mendapati sepotong roti kering atau sebiji kurma dengan segelas air yang tak cukup basuh dahaga atas bingkisan sebagai jamuan."

(bersambung)



(15 Oktober 2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar