Prolog Hati

Berumbai, berpautan, berpilin-pilin: ikal rambut dan panjang usia; sehasta hingga beberapa lagi. Adalah nilam sebuah hikam, adalah dalam perbendaharaan. Adakah idam berpencar, oh entah--oh entah bila merapat pada hijab; jiwaku halim bagai serabut merentang panjang lengan. Bulan bagai bara siap padam, penuhi guman setangkup hangat kuku; selaksa mimpi pengangsir dongeng malam--menimang bayang sebulir biji sawi. Menyisir angin di hadapan nyala lilin, semakin dengung kepak seekor ngengat; mabuk mengecap kekhusyuan hingga sayapnya rapuh terbakar. "Duh, syamsi yang terpagut lautku dalam sewindu; kidung bagi tiramku; seribu kuntum bagi salatin di tamanku, setangkai imbalan sehaus tujuh surga." Serangkai jalan membenam jejak menuju lumbung seberang pematang; santun pahatan dinding cadas, cucur keringat mendulang manikam: duh, tanah yg tak segembur yang terkira; seluas sahara sejumput sabana.

22 Februari 2010

me and her

rumahku di atas bukit itu. Bukit yang rentang namun segar udaranya. Meski terkadang kabut mengurungku sampai jarak pandang begitu tipis antara fana dan nyata ketika malam datang bersama hujan. Di bawahnya, sungai kecil mengalir entah sampai ke hilir mana. Juga koral-koral hitam kecil di dasarnya yang tembus pandang.

Kala hujan itu datang mendinginkan jiwa yg membara,panas! Namun embun dapat menebus nyala api itu.Air yg mengalir membisu, hanya berlenggak lenggok mengikuti arus yg ada,pasrah! Keangkuhan batu yg menatapku,pilu. Kadang menggeliat kala air kebisuan itu menyentuh dan sesaat mengadu.

Di pepucuk rumput halaman mukaku, meski tampak basah, namun tetap kering hatiku. Terkadang yang memuai di jendela kaca tak tertembus seberkas cahya. Sebab malam lebih panjang dari sebatang lilin. Seperti arus sungai itu terbendung tanah kering di penghujung musim.

Awan itu hanya memuja di antara hadirmu, membuat hujan tak pernah malu untuk menyapaku. Kau nampak jelas d mataku, namun jauh dari langkahku. Seolah rasaku mengikuti aliran sungai itu, tak tau kemana. Memudar karna luasnya muara,tapi tetap ada!

Trus... Aduh maz ga tau nama itu. Tapi maz tahu rasanya; bila sedang mekar, amat harum; bila terik menghujam, layu mengering; spt prahara menjadi kelambu, spt adanya diam saat sedang tersudut. Entah kegairah musim apa kali ini, namun hujan tak pernah kusangka menetes di hati yang beku. Sesuatu membuatnya mencair.

Ada yang tak bisa mewakili bahasa hati ini. Tapi ku pernah mendengar maraknya kata Cinta. Bila memang kata itu yang ingin terucap oleh hati, lalu mereka dapat dari mana kata itu? Ataukah mereka para peziarah yang telah paham cara memanen dan memetiknya dari hati?
Kadang bulan merayap pelan di atas kamarku. Tapi dinding lembab langitku penuh awan rundung menutupinya. Terkadang aku terbiasa di sudut sana sampai malam-malam berikutnya.

Sebuah 'cinta' tak selalu harus diucapkan. Rasa cinta bukan sebuah bualan. Di mana hanya terungkap melalui rayuan dan sentuhan.
Tapi. . .
Arti cinta sesungguhnya, saat kau mulai peduli dengan seseorang


Tak pernah kupetik dawai di bawah romansa bulan demi bekal mimpi-mimpi indahnya, sebab yang kumiliki hanya sitar tua yang nadanya mengangsir bagai desah angin di gurun pasir.
Terkadang jariku ingin menyentuh sampai ia lelap dalam buaian, juga ingin menyelipkan bunga di kuntum hatinya. Terkadang bayang-bayang menolehku, "bermimpilah lebih lama lagi."

Aku memuji manisnya anggur yang tumbuh di taman yang dirambati puteri malu. Atau kuntum-kuntum lily yang bergaun putih, di mana yang tampak terlihat rindang di kelopak mata.

Aku malu, ragu!
Akankah lukaku dapat sembuh?atau hanya akan menjadi mimpi buruk selamanya dlm hidupku?

Ku melihat lily di taman mawar tersumbing senyumnya, sebab bunga bakung telah harum karnanya. Nektar-nektar yang terjumput oleh kumbang, jatuh tepat di tangkupnya. Terkadang aku juga malu tersipu; betapa bodohnya jemariku yang tak mau mempersuntingnya.

Lembayung jingga menggores langit senja. Tampak keindahannya gaun malam meski matahari akan tenggelam. Itu bintang selatanku! Tidakkah kau lihat ia berkelip bermain mata, meski binarnya tertangkap airmatamu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar