Prolog Hati

Berumbai, berpautan, berpilin-pilin: ikal rambut dan panjang usia; sehasta hingga beberapa lagi. Adalah nilam sebuah hikam, adalah dalam perbendaharaan. Adakah idam berpencar, oh entah--oh entah bila merapat pada hijab; jiwaku halim bagai serabut merentang panjang lengan. Bulan bagai bara siap padam, penuhi guman setangkup hangat kuku; selaksa mimpi pengangsir dongeng malam--menimang bayang sebulir biji sawi. Menyisir angin di hadapan nyala lilin, semakin dengung kepak seekor ngengat; mabuk mengecap kekhusyuan hingga sayapnya rapuh terbakar. "Duh, syamsi yang terpagut lautku dalam sewindu; kidung bagi tiramku; seribu kuntum bagi salatin di tamanku, setangkai imbalan sehaus tujuh surga." Serangkai jalan membenam jejak menuju lumbung seberang pematang; santun pahatan dinding cadas, cucur keringat mendulang manikam: duh, tanah yg tak segembur yang terkira; seluas sahara sejumput sabana.

12 Februari 2010

sekar rokok

terhisap

ujung lidah api di pucuk jari ibu pertiwi
rambatnya cepat bak cerutu wiracarita

: asapnya membumbung
ke dada, ke lambung
menusuk kembang-kembang parahiyangan
: wijayakusuma, sedapmalam hingga anggrekbulan


sesak

tumbang

mati

meski sesaat

; pepohon terganti
tulang rawan hidung lupa harum
: kenanga, kemboja, anyelir sampai merempah

tembakau dibiarkan tua lapukan
jaman tongkat kayu tak lagi dambaan
; jantung khatulistiwa ternoda kabut kelam
hijau darahnya dihitam sekujur bibir

kenikmatan asap sarat kelumpuhan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar