Prolog Hati

Berumbai, berpautan, berpilin-pilin: ikal rambut dan panjang usia; sehasta hingga beberapa lagi. Adalah nilam sebuah hikam, adalah dalam perbendaharaan. Adakah idam berpencar, oh entah--oh entah bila merapat pada hijab; jiwaku halim bagai serabut merentang panjang lengan. Bulan bagai bara siap padam, penuhi guman setangkup hangat kuku; selaksa mimpi pengangsir dongeng malam--menimang bayang sebulir biji sawi. Menyisir angin di hadapan nyala lilin, semakin dengung kepak seekor ngengat; mabuk mengecap kekhusyuan hingga sayapnya rapuh terbakar. "Duh, syamsi yang terpagut lautku dalam sewindu; kidung bagi tiramku; seribu kuntum bagi salatin di tamanku, setangkai imbalan sehaus tujuh surga." Serangkai jalan membenam jejak menuju lumbung seberang pematang; santun pahatan dinding cadas, cucur keringat mendulang manikam: duh, tanah yg tak segembur yang terkira; seluas sahara sejumput sabana.

18 Februari 2010

bloosom

smiled smile herself
brushed embarrassed full moon
rain in the evenings,
the dreams of rainbow clouds

; red and green of hue
wet lips of rose-water
bitter taste on her tongue,

speechless

bellows, breath waiting for the dew,
where heart softly in the morning with
dimples felt warm and cold
mirror gazing, steam rubbed

"i'm beautiful, not as yours

i painted to an eyelid, you glanced out the window

that's my flower! but your garden
i flinch, you turned grim"

passed
near to the screen
thorny roses iron bars
no shooting stars through the hedge
i'll see the sun rises, confident


: "dear god
i want to give you the sweetest chocolate
settle by heart for a year
much as the cloud breaking lively

to have your shadow does not fall in the forest, my tree candles planting with the flames of hope
in the land of birth before extinguished by my victory."

-------------------------------------------------------------------------------------

senyum senyum sendiri
tersipu sipu bulan
hujan lagi di malam-malam
diimpi mimpinya pelangi awan

; rona merah dan hijau
basah bibirnya jambu air
pahit rasa dicecap lidah
belumlah masak kiranya sebuah

kelu

embus nafas menunggu embun
lirihnya hati di mana pagi
pipi-pipinya lesung, hangat dan dingin
cermin ditatap, uap diusap

"aku cantik, tidaklah kau
kutunjuk kelopak mata, kau lirik keluar jendela
itu bungaku! meski tamanmu
kumenyentak, kau semuram durja"

berlalu
mendekati kisi-kisi
jeruju besi mawar berduri
tiada bintang jatuh lewati pematang
ku kan menjenguk pagi, yakinya

: "ya tuhan,
ku kan memberimu cokelat termanis
endapan setahun hati, sederas hujan meretas

agar bayangmu tak tumbang, kutanam lilin-lilin pohon
dengan nyala api harapan, di atas tanah kelahiran
sebelum padam hembusan kemenangan nafasku"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar