Prolog Hati

Berumbai, berpautan, berpilin-pilin: ikal rambut dan panjang usia; sehasta hingga beberapa lagi. Adalah nilam sebuah hikam, adalah dalam perbendaharaan. Adakah idam berpencar, oh entah--oh entah bila merapat pada hijab; jiwaku halim bagai serabut merentang panjang lengan. Bulan bagai bara siap padam, penuhi guman setangkup hangat kuku; selaksa mimpi pengangsir dongeng malam--menimang bayang sebulir biji sawi. Menyisir angin di hadapan nyala lilin, semakin dengung kepak seekor ngengat; mabuk mengecap kekhusyuan hingga sayapnya rapuh terbakar. "Duh, syamsi yang terpagut lautku dalam sewindu; kidung bagi tiramku; seribu kuntum bagi salatin di tamanku, setangkai imbalan sehaus tujuh surga." Serangkai jalan membenam jejak menuju lumbung seberang pematang; santun pahatan dinding cadas, cucur keringat mendulang manikam: duh, tanah yg tak segembur yang terkira; seluas sahara sejumput sabana.

11 Februari 2010

ilusi

Sakura sakura ya dori rhasanawa miwata sukagiri...


Ya, ia amat menyukai lagu itu. Dan selalu saja mengulang-ulangnya di bagian itu; saat bermain ayunan di taman atau hendak beranjak tidur. Bibir mungilnya tampak begitu indah dan mudahnya mengecap lagu yang asing itu. Dan ibunya pun selalu tersenyum bila ia menyanyikan lagu itu.

Tetapi tidak di akhir-akhir ini; ia tetap tersenyum meski tak lagi mendengar lagu itu.

"Bu, aku tidak mau tidur sama Shofi lagi. Ibu saja yang tidur sama Shofi, ya?" lirih pintanya tak seperti biasanya. Semakin sering ibunya menolak pintanya.

"Ibu mau tidur sama kamu saja, ya," jawabnya sambil menyentuh hidungnya dengan jarinya yang manja. "Dan Shofi, biar nanti tidurnya dekat kamu dan ibu. Setuju?" lanjutnya, seiring ia mengangguk.

Lalu diletakannya Shofi di antaranya. Dicium keningnya penuh hangat seperti malam-malam lalu. Lembut. Amat lebut. Selembut kabut.

"Bu,..?" lirih suaminya dari depan pintu kamar. Kerkah pintu yang tak terbuka lebar menahan dirinya yang telah lama menunggu penuh setia.

"Ssssttt..!" desisnya, dan dengan jari telunjuk di bibirnya. "Jasmin sudah tidur. Ayah tunggu saja di luar dan tak perlu masuk, ya" lanjutnya dengan tatapan membalas kesetiaan.

"Oya, ayah lupa, Jasmin sudah tidur." balas lirihnya dengan senyum yang manis. Dan matanya pun memperhatikan Shofi yang terebah di antara mereka.

Jasmin; putri semata wayangnya yang kini mungkin sekitar berusia lima tahun. Ia telah terlelap sekarang, dengan wajah yang memancarkan aura paling rupawan, serasi dengan gaun putihnya berhiaskan bunga-bunga kecil di dadanya.

Tetapi...

Tiba-tiba senyumnya hilang. Ia tertegun. Pandangannya mengalih ke bawah, sehingga airmatanya mudah menitik ke lantai hampir di setiap malam.

"Maafkan aku, Anna. Maafkan aku. Kalau saja..." geram sesalnya, yang terlambat dan percuma. "Kalau saja aku ada di sana." lanjutnya dengan memeras airmata dan ingatan tentang maut yang menenggelamkan mereka di sungai sekitar taman.


Sakura sakura ya dori rhasanawa miwata sukagiri....


ket:

arti lagu: sakura, tumbuhlah subur bagai mawar. [kalau tidak salah. hehe...]

Shofi: boneka perempuan kesayangan Jasmin.



(Ruang kamar. Bogor, 05/02/10)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar