Prolog Hati

Berumbai, berpautan, berpilin-pilin: ikal rambut dan panjang usia; sehasta hingga beberapa lagi. Adalah nilam sebuah hikam, adalah dalam perbendaharaan. Adakah idam berpencar, oh entah--oh entah bila merapat pada hijab; jiwaku halim bagai serabut merentang panjang lengan. Bulan bagai bara siap padam, penuhi guman setangkup hangat kuku; selaksa mimpi pengangsir dongeng malam--menimang bayang sebulir biji sawi. Menyisir angin di hadapan nyala lilin, semakin dengung kepak seekor ngengat; mabuk mengecap kekhusyuan hingga sayapnya rapuh terbakar. "Duh, syamsi yang terpagut lautku dalam sewindu; kidung bagi tiramku; seribu kuntum bagi salatin di tamanku, setangkai imbalan sehaus tujuh surga." Serangkai jalan membenam jejak menuju lumbung seberang pematang; santun pahatan dinding cadas, cucur keringat mendulang manikam: duh, tanah yg tak segembur yang terkira; seluas sahara sejumput sabana.

12 Februari 2010

dewala - dewadaru

setapak jalan dua bayang bergandeng tangan
langit bijak berbinar di hadapan
satu lengah, satunya erat merengkuh

dinding dua sisi jalan serentang lengan
lembut
bagai cermin
batas cahaya di mata serupa fatamorgana

"tinggi sekali ya, bu"
jari dan matanya meraba
hasrat hatinya dicelup tanda tanya

: sehelai ilalang kesat melambai-lambai
ular derik menyisir jalan keluar

bayang mungil sedang rawan disudut rayuan

"jaga matamu!
jangan sen tuh dinding itu!"


sebatang pohon disemak. tumbang
melintang
tampak jejak lelembut bergentayangan
; senyap. dingin

"ceritakan padaku tentang tembok terlarang ini, bu
ceritakan apa yang ada di dalam sana"


selenting kenanga pecah harumnya
di balik dinding kematian bersemayam
benalu hitam teman dunianya
hanya malam malam malam

"hewan-hewan liar ada di sana, nak
juga yang telah menjadi batu"

bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar