Aku mau bebas
Bebas seperti burung-burung itu
Atau camar yang terbang
Terbang di tujuh samudera sana
Tidak
Aku tak ingin menjadi elang
Yang berkitar di atas sarang yang terbakar
Atau bayangnya yang menyerang di tebing terjal
Di ranting cemara, entah aku siapa
Panah hujan menyerang sayapku tak seimbang
Di balik tiap bebatuan memberatkan angan
Jubah tak berwajah meruntuhkan langitku
Tuhan,
Tampakkan di mana lorong-lorong goa
Di tanganmu kulihat kelelawar menjadi elang
Yang bergantungan di mulutnya menjadi burung-burung pipit
Oh. Dadaku sesak
Anganku tumbuh tak berbiji
Kembangnya tiada selain bulan
Tempat burung hantu tak mungkin bersarang
Prolog Hati
Berumbai, berpautan, berpilin-pilin: ikal rambut dan panjang usia; sehasta hingga beberapa lagi. Adalah nilam sebuah hikam, adalah dalam perbendaharaan. Adakah idam berpencar, oh entah--oh entah bila merapat pada hijab; jiwaku halim bagai serabut merentang panjang lengan.
Bulan bagai bara siap padam, penuhi guman setangkup hangat kuku; selaksa mimpi pengangsir dongeng malam--menimang bayang sebulir biji sawi.
Menyisir angin di hadapan nyala lilin, semakin dengung kepak seekor ngengat; mabuk mengecap kekhusyuan hingga sayapnya rapuh terbakar.
"Duh, syamsi yang terpagut lautku dalam sewindu; kidung bagi tiramku; seribu kuntum bagi salatin di tamanku, setangkai imbalan sehaus tujuh surga."
Serangkai jalan membenam jejak menuju lumbung seberang pematang; santun pahatan dinding cadas, cucur keringat mendulang manikam: duh, tanah yg tak segembur yang terkira; seluas sahara sejumput sabana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar