Prolog Hati

Berumbai, berpautan, berpilin-pilin: ikal rambut dan panjang usia; sehasta hingga beberapa lagi. Adalah nilam sebuah hikam, adalah dalam perbendaharaan. Adakah idam berpencar, oh entah--oh entah bila merapat pada hijab; jiwaku halim bagai serabut merentang panjang lengan. Bulan bagai bara siap padam, penuhi guman setangkup hangat kuku; selaksa mimpi pengangsir dongeng malam--menimang bayang sebulir biji sawi. Menyisir angin di hadapan nyala lilin, semakin dengung kepak seekor ngengat; mabuk mengecap kekhusyuan hingga sayapnya rapuh terbakar. "Duh, syamsi yang terpagut lautku dalam sewindu; kidung bagi tiramku; seribu kuntum bagi salatin di tamanku, setangkai imbalan sehaus tujuh surga." Serangkai jalan membenam jejak menuju lumbung seberang pematang; santun pahatan dinding cadas, cucur keringat mendulang manikam: duh, tanah yg tak segembur yang terkira; seluas sahara sejumput sabana.

05 Mei 2010

Angklung Si Bocah

angklung si bocah bernyanyi di gubuk sunyi
samar-samar tiada lagu menentu
janji kabur didekap malam
pupuslah niat mencari langkah

tak lama

angklung si bocah hilang gundah
seketika si teteh datang tiba menjelma
bisu tiada kata perawan kota kembang
pilu dan rindu melebur satu

datang dari jauh mohon terima airmata
sesal begitu dekat kala kembali
si bocah tak tahu rupa hati:
cinta eceran telah dibeli

lagu sendu masa lalu
ibu tiada pun bapak tak berlaga
cita ingin bahagia:
gubuk tinggal cerita diganti satu istana


tiada kata si bocah bertanya
silir angin dingin dimata si teteh
dibelanya salam yang melenguh
dibelai rambutnya tak lagi bermahkota desa


angkung si bocah melagu lagi
si teteh sepi di pembaringan
si bocah mendendang malam,
si teteh mendendam sesal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar